Login

Lost your password?
Don't have an account? Sign Up

Pelatihan Peningkatan Kapasitas Advokasi Keuangan Berkelanjutan

Palu-Komunitas Celebes Bergerak, Yayasan Pendidikan Rakyat (YPR) dan TuK INDONESIA bekerjasama menggelar kegiatan pelatihan “Peningkatan Kapasitas Advokasi Keuangan Berkelanjutan untuk Pembiayaan Sektor Sumber Daya Alam di Sulawesi Tengah” di Para Masu Hotel, Kota Palu, Sulawesi Tengah. Kegitatan ini berlangsung selama dua hari pada 25-26 Maret 2022 dihadiri oleh perwakilan dari 12 lembaga masyarakat sipil Sulawesi Tengah diantaranya Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sulawesi Tengah, Solidaritas Perempuan (SP) Palu, SP Poso, Yayasan Merah Putih, Simpul Layanan Pemetaan Partisipatif (SLPP), Perkumpulan Evergreen Indonesia, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Sulawesi Tengah, Lembaga Penguatan Masyarakat Sipil dan Konservasi Sumber Daya Alam (LPMS-KSDA) Buol, Yayasan Kompas Peduli Hutan (KOMIU), Yayasan Panorama Alam (YPAL) Poso, Yayasan Tanah Merdeka dan perwakilan mahasiswa dari Badan Eksekutif Universitas Tompotika Luwuk.

Pelatihan ini bertujuan untuk mendorong kapasitas masyarakat sipil di Sulawesi Tengah dalam melakukan kerja-kerja advokasi dan pendampingan masyarakat berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam terutama pada sektor perkebunan sawit. Dimana Provinsi Sulawesi Tengah merupakan salah satu daerah sasaran ekspansi perkebunan kelapa sawit di Indonesia.

Pada pembukaan kegiatan Direktur Yayasan Pendidikan Rakyat, Nuzulul Ichwal Moidady dalam sambutannya menyampaikan bahwa pelatihan ini bertujuan untuk memberikan peningkatan kapasitas kepada kelompok masyarakat sipil dalam melakukan kerja-kerja advokasi Sumber Daya Alam di Sulawesi Tengah.

“Selama dua hari ke depan, kita akan belajar menggunakan tiga tools yang akan dibawakan oleh teman-teman TuK INDONESIA, Perkumpulan HuMA melalui teman-teman Bantaya dan terakhir akan dibawakan rekan dari Ombusman Perwakilan Sulawesi Tengah. Pada pelatihan ini kita juga akan mendapatkan materi dinamika perubahan agraria dari Dr. Bayu Eka Yulian, Ketua Pusat Studi Agraria (PSA) Institute Pertanian Bogor. ” Tutur Doni, nama sapaannya

Dengan memahami konteks agraria dan tools monitoring dari masing-masing Narasumber menurutnya akan membantu menyusun rencana strategi dan mempermudah penyajian data serta informasi berkaitan dengan agenda advokasi yang lebih terencana, kolaboratif dan memiliki pisau analisis.

Menutup sambutannya, Doni berharap agenda mendorong pengelolaan SDA yang berkelanjutan tidak lagi seperti pemadam kebakaran yang sifatnya kasuistik. Tetapi, kata dia pekerjaan mendorong tata kelola SDA yang berkelanjutan di Sulawesi Tengah dapat dilakukan melalui strategi yang lebih terencana dan tepat sasaran.

Sementara itu, Zain Sutrisno sebagai salah satu narasumber pada kegiatan itu mengatakan penetapan kawasan hutan menjadi salah satu sumber konflik tenurial di Indonesial. Pasalnya, kata dia pemerintah seringkali memisahkan relasi masyarakat adat dengan kawasan hutan.

Padahal menurutnya di Indonesia terdapat 54% desa berada dalam kawasan hutan. Lebih lanjut kata Sutrisno, 70% penduduk Indonesia menggantungkan hidupnya pada kawasan hutan.

Di Sulawesi Tengah kata dia dari total 2.020 jumlah desa, sebanyak 1.501 desa atau 74% penduduknya menggantungkan hidupnya dari kawasan hutan.

Terkait dengan tools Sutrisno menyebut pihaknya bersama Perkumpulan HuMA menggunakan tools RaTA dan AGATA dalam memonitoring sejumlah perusahaan yang bermasalah dengan masyarakat adat atau dengan kawasan hutan.

“Melalui tools ini kita dapat memetakan konflik tenurial secara cepat untuk melihat masalah-masalah yang terjadi baik tumpang tindih kawasan hutan dengan wilayah adat masyarakat maupun akibat ekspansi perkebunan sawit.” Tuturnya

Namun menurut Sutrisno, tools RaTA dan AGATA lebih cocok digunakan dalam resolusi konflik tenurial.

“Tools ini sepertinya tidak tepat jika digunakan untuk kerja-kerja yang sifatnya advokasi. Karena tools ini harus netral, jadi pemerintah dan pengusaha juga bisa menggunakan tools RaTA dan AGATA.” Tandasnya

Sesi kedua, TuK INDONESIA diwakili oleh Linda Rosalina menyajikan tools monitoring pembiayaan Sektor Sumber Daya Alam.  Pada pemaparannya, ia mengatakan bahwa TuK INDONESIA mengembangkan alat bantu yang sudah dibangun oleh OJK melalui pelaksanaan verifikasi data dan informasi yang dibutuhkan sebelum maupun sesudah kreditur dan debitur menyepakati investasi yang bertanggungjawab.

“Harapannya, keuangan berkelanjutan tidak sekedar konsep tetapi dapat diimplementasikan dengan mudah di lapangan” Kata Linda

Tanggungjawab yang dimaksudkan kata dia berdasar pada nilai-nilai keadilan bagi lingkungan, masyarakat dan tata kelola perusahaan. Dengan begitu, kata Linda maka pembiayaan berkelanjutan benar-benar dapat diwujudkan.

Pada hari kedua, para peserta menerima materi tools monitoring Mal Administrasi Sumber Daya Alam yang dibawakan oleh Moh. Nasrum, Asisten Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Sulawesi Tengah.

Dalam pemaparannya, ia mengatakan bahwa saat ini ORI Sulteng sedang menyusun tools Ombudsman Sawit Scan (OSS) untuk melihat pelanggaran mal administrasi dalam pemberian izin dan pengelolaan perkebunan Sawit di Sulawesi Tengah.

Selain mal administrasi, tools ini juga kata Nasrum fokus melihat pengelolaan lingkungan perusahaan, relasi perusahaan dan masyarakat dan kondisi pekerja perempuan dalam perkebunan sawit.

Leave a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*
*