Peta Bencana Palu Abaikan Survei BMKG
JAKARTA, KOMPAS – Penyusunan peta zona ruang rawan bencana untuk Palu dan sekitarnya di Sulawesi Tengah mengabaikan hasil survei kerentanan gempa bumi dan likuefaksi yang disusun Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika.
Peta zona ruang rawan bencana (ZRB) merupakan pedoman pemanfaatan ruang berdasarkan kerentanan bencana. Saat ini peta tersebut dijadikan acuan untuk merevisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Palu dan sekitarnya. Penentuan ruang berdasarkan kerentanan bencana pun menentukan langkah mitigasi di areal tersebut.
Peta itu dirancang lima kementerian dan lembaga, yakni Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Kementerian Pekerjaan umum dan perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, serta Badan Meteorologi, Klimatologi, Geofisika (BMKG).
Investigasi Kompas menemukan, peta ZRB yang disepakati di Kantor Wakil Presiden pada 11 Desember 2018 itu tidak ditandatangani BMKG. BMKG menolak bertanda tangan karena peta potensi kerawanan gempa dan likuefaksi BMKG diabaikan.
Deputi Geofisika BMKG Muhamad Sadly, yang hadir dalam kesepakatan itu mewakili kepala BMKG Dwikorita Karnawati, tidak menandatangani peta ZRB karena tidak menyertakan survei kerentanan gempa dan likuefaksi BMKG. Sadly hanya memaraf dan memberikan catatan untuk peta itu: “ZRB 1 menurut BMKG adalah ZRB 3”.
“Iya (saya yang paraf) karena saat itu Kepala BMKG tidak bisa hadir,” ujar Sadly, saat di konfimasi Kompas, Minggu (26/1/2020).
Dalam peta ZRB, kerentanan bencana terbagi empat segmen: Zona 4 atau zona terlarang berwarna merah, Zona 3 atau terbatas (jingga), Zona 2 atau bersyarat (kuning), Zona 1 atau pengembangan (kuning muda). Semakin cerah warna zona, kerentanannya semakin rendah.
Penanda tangan kesepakatan peta ZRB Palu dan sekitarnya adalah perwakilan Menteri PUPR, Menteri ESDM, Menteri Bappenas, Menteri ATR/BPN, Kepala BNPB Willem Rampangilei, dan Gubernur Sulteng Longki Djanggola.
Di peta berskala 1:100.000 itu, sebagian wilayah di Kota Palu memiliki tingkat kerentanan yang berbeda dari peta potensi BMKG karena mengabaikan survei kerawanan gempa dan likuefaksi dari BMKG.
Seperti catatan BMKG, Zona 1 atau zona pengembangan di Peta ZRB seharusnya Zona 3 (terbatas). Peta ZRB yang tidak ditandatangani BMKG itu tertuang dalam dokumen Rencana Induk Pemulihan dan Pembangunan Kembali Wilayah Pascabencana Provinsi Sulawesi Tengah. (ILO/KEL/BKY/VDL)
Sumber : Kompas.id